KORBAN DD DALAM POLITIK LOKAL
Kemampuan Kepala Desa dalam mengelola dana
desa perlu dipertanyakan. Kondisi teraktual saat ini adalah terjadinya
peningkatan angka penyimpangan peyalahgunaan anggaran yang dilakukan oleh oknum
Kepala Desa yang juga melibatkan perangkat desa.
Berdasarkan data dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI) jumlah kepala desa yang terjerat kasus mulai tahun 2015
sebanyak 15 orang, tahun 2016 sebanyak 32 orang dan pada tahun 2017 sebanyak 65
orang, atau jika di rata-ratakan peningkatan setiap tahunnya adalah sebesar
108%. Hal ini menunjukkan bahwa minimnya pengetahuan Kepala Desa dalam
mengelola dana desa yang diamanahkan oleh pemerintah yang ditujukan untuk
pemerataan pembangunan fisik dan nonfisik yang ada di tingkat desa.
Kemampuan tersebut didasarkan kepada rendahnya
kemampuan kepala desa dan perangkatnya dalam menyusun perencanan keuangan yang
baik, kemudian ketepatan dalam penggunaan keuangan (implementasi) sampai dengan
ketepatan pertanggungjawaban. Ketiga tahap itu sejatinya membutuhkan kemampuan
teknis yang mumpuni dari seluruh aparatur desa yang mana kesemuanya itu
merupakan representasi dari keberadaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang
Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 71 Tentang Kebijakan Pengawasan di
Lingkungan Kementerian dalam Negeri dan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Tahun 2016. Di mana diharapkan dari hasi pengawasan itu akan mewujudkan
percepatan dalam Good
Governance, Clean Government dan Pelayanan Publik yang prima.
Pada tahun 2019 ini Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Barat mengucurkan dana desa yang bersumber dari APBN sebesar Rp.1,81
trilliun. Di mana besaran dana desa tersebut mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya yakni Rp.0,983 trilliun atau meningkat sebesar 20,14%. Hal ini tentu
sangat menggembirakan bagi desa-desa yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat
dalam rangka membangun desa lebih maju ke depannya. Atau hal ini menjadi buah
‘simalakama’ dalam pembangunan desa dikarenakan permasalahan pengelolaan yang
masih amatiran yang dilakukan oleh oknum aparat desa yang tidak memiliki competencydan capability yang
baik dalam pengelolaanya. Ibarat memberikan mobil kepada seorang yang tidak
memiliki kemampuan menyetir.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah
dalam meminimalisir terjadinya penyimpangan dalam penyalahgunaan anggaran
tersebut adalah dengan melakukan aktivitas pendampingan dan pembinaan bagi
desa-desa yang rentan dan rawan terjadinya permasalahan tersebut, khususnya
dalam perencanaan kegiatan/program agar lebih selektif melakukan penilaian yang
didasarkan pada potensi dan kebutuhan utama yang ada pada desa tersebut.
Selanjutnya lebih rutin dan masif melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam
pelaksanaan anggaran dengan terstruktur dan dilaksanakan secara independen
tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Karena tersiar kabar bahwa adanya
proses negosiasi dan intrik dari para oknum pengawas (pemerintah) yang masih
bisa mengkondisikan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam praktik
penggunaan anggaran di tingkat desa. Oleh karena itu diperlukan integritas dan
independency dari semua lapisan dalam pengelolaan dana tersebut.
Jika semua dijalankan sesuai dengan rule dan
kesungguhan maka tak mentutup kemungkinan harapan akan target pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai,
Selanjutnya dalam tata kelola yang baik (good governance)
kita mengenal prinsip-prinsip dalam goodgovernance antara lain
: 1) Partisipasi Masyarakat, 2) Tegaknya Supremasi Hukum, 3) Transparansi, 4)
Peduli pada Stakeholder. 5) Berorientasi pada Konsensus, 6) Kesetaraan, 7)
Efektifitas dan Efisiensi, 8) Akuntabilitas, 9) Visi Strategis. Hal senada juga
tertuang dalam UU No. 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme mengenai asas-asas umum
pemerintahan negara yang baik. Jika hal tersbut secara serius dan
sungguh-sunguh dilaksanakan oleh pemerintah sudah barang tentu akan membantu
aparat desa dalam mengelola dana desa secara professional dan proporsional.
Semoga dengan mengingkatnya dana desa tidak
menjadikan desa ketergantungan pada dana yang digelontorkan pemerintah pusat,
sehingga menumpulkan kreaivitas dan inovasi apartur desa dalam mengembangkan
potensi desa. Selanjutnya diharapkan peningkatan dana desa pada tahun ini
benar-benar mampu meningkatkan produktivitas desa bukan produktivitas angka
penyimpangan penyalahgunaan dana desa yang bermuara pada semakin tingginya
oknum kepala desa yang terjebak kasus yang disebabkan kerakusan dan keserakahan
dari sebuah jabatan.
No comments:
Post a Comment