Thursday, 31 January 2019

POLITIK REALISTIS "By Bang Nas"

                                                        POLITIK REALISTIS By NAS

        Suatu hal yang tidak bisa di hindarkan dari panggung politik yakni kompanye, kompanye dilakukan oleh seorang calek baik ditingat pusat antara eksekutif dan Legislatif, Kompanye Terbuka dan Tertutup. Kampanye Terbuaka sebagaimna yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah di tentukan oleh KPU, Sedangkan Kompaye Tertup dilakukan atas dasar emosional antara keluarga, sanak saudara dan orang lain dengan sistem Door To Door, Komapanye di laukan dalam rangka memperkenalkan Visi dan Misi dalam perencanaan pasca Kompanye jika memengkan kompetensi baik di tingkat Pusat, tingkat Provensi, dan tingkat daerah. Sistem Kompaye telahpun diatur oleh KPU melalui Peraturan mengenai pemilihan umum (pemilu) tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu dan dan PKPU Nomor 23 Tahun 2018, tentang Kampanye Pemilu.
     Dalam UU Tentang Pemilu Pasal 208 ayat (2) tertuang larangan siapa saja yang tidak bisa ikut serta dalam pelaksanaan


  1.  Ketua, wakil ketua, hakim agung dan Mahkamah Agung (MA). Larangan ikut kampanye juga berlaku bagi semua hakim pada semua badan peradilan di bawah MA dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi dan juga ketua, wakil ketua, dan anggota badan pemeriksaan keuangan.
  2. Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur keuangan serta direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah
  3. Pejabat negaran bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural, aparatur sipil negara, Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indoniesia, Kepala desa, Perangkat desa hingga Anggota badan permusyawaratan desa serta Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih juga tidak bisa mengambil bagian dari kegiatan kampanye. Pada  Pasal 281 ayat (1) UU Pemilu mengatur mengenai kampanye yang melibatkan presiden dan wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota. Diatur bahwa mereka tidak boleh menggunakan fasilitas jabatannya untuk berkampanye, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan peraturan undang-undang. Pada  Pasal 69 ayat (1) tertulis bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang untuk mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dapat membahayakan keutuhan Negara.  dalam hal itu ketua KPU Arief mengatakan, penting bagi penyelenggara pemilu untuk memahami larangan kampanye di lembaga pendidikan, pemerintahan, maupun tempat ibadah. Sebab, jika terjadi pelanggaran, maka penyelenggara pemilu, dalam hal ini Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu) yang punya kewenangan untuk menindak.

         Semua sudah diatur didalam sesuai standar dalam aturan yang di tetapkan, tapi pada tahap Implemntasinya masih jauh Api dari Panggangnya karana kompanye masih saja di lakukan oleh Gubnur terpilah..Mereka sebaga pemeggang kekuasaan tidak bisa terhindar dari Kompanye, alih-alih bahwa masih adanya Gubnur Bupati, Waki kota Berkompaye dan mengatakan dengan terang dan langsung bahwa mereka tidak dapat menghindarkan dari dari tuntutan partai politik yang mengusungnya. aturan dibuat untuk di langgar. Ketika masyarakat biasa yang melakukannya mereka akan terkena pasal dan kemungkinan akan ditahan. Mereka yang membuat mereka yang melanggar wajar orang awam bilang bahwa Hukum tajam kebawah sdangat tumpul kebawah, mampukah sang petarung mempertahankan apa yang di buat sendiri yang terkaper didalm PP dan Pasal yang sudah di tetapak atau hanya sekedar senderan dibalik kertas.

No comments:

Post a Comment